Friday, October 12, 2007

Pacarmu Mantan Pacarku

Jingga senja di bawah kaki langit Alexandria terlihat hampir tenggelam. Desahan angin pantai pinggiran kota Alexandria menyibak kerudung krem Rere dan rambut seset poni Rengga. Rengga dan Rere sepasang kekasih yang malang. Harapan melukis sejarah di altar bumi pesona Cleopatra tinggal kenangan. Asa hanya tinggal asa.

“Kita cukupkan sampai disini, berbagai cara untuk mengantarkan cinta ini sampai ke tujuanya sudah kita coba, tapi nihil.” Rere mengakhiri dialog dengan nada terputus-putus. Rengga hanya tertunduk lesu. Matanya menerawang ke angkasa. Terdengar desahan napas panjang tanda keputusasaan.

Harus diakui, dua tahun lebih mereka jalan, namun tebal dinding tembok tidak bisa runtuh. Restu orang tua kendala utama. Mereka tak sepadan, kata yang pas menurut versi masing-masing orang tua. Satu ada di ujung langit, satunya di dasar bumi. Njomplang. Orang tua kadang memang punya perhitungan sendiri-sendiri, lain dengan anak-anak. Padahal yang anak-anak nikahi bukan orang tuanya, tapi anaknya orang tua. Tapi toh nikah memang bukan hanya menyatukan dua bilah bilangan pecahan jiwa, namun persatuan dan penyatuan dua kutub yang tak diketahui arah kecenderunganya juga. Ya, seperti apa yang di alami Rere dan Rengga. Seribu kali sayangpun hanya berbuah drama menyedihkan. Memilukan.

Keindahan Aleks bagi Rengga menyisakan kenangan tak seindah kotanya pada liburan musim panas term dua, tahun ini. Sepulang dari Aleks hari-harinya dilewati dengan kekosongan. Ia membunuh waktu di dalam kamar. Menghibur diri dengan tumpukan buku. Belum mau aktif terjun di dunia gelanggang organisasi maupun kajian. Masih enggan. Dan hanya buku baginya yang mampu menghibur duka lara menganga tertoreh dikedalaman jiwa. Meski demikian ia bukan tipe cowok budak cinta, tak mau larut dan bersujud menyembah dibawah kaki makhluk bernama cinta. Beda dengan Adiane anak Bali teman serumahnya, dulu. Sekarang sudah pindah.

Nasib Adiane tak jauh beda denganya, ia putus cinta pada liburan tahun ini, cuma dia putusnya di atas puncak bukit Sinai. Masalahnya juga tidak sama, bukan karena orang tua, melainkan selama jalan dengan Adiane, Laila, pacaranya, merasa tidak menemukan apa-apa pada diri Adiane. Tiada inspirasi dan motivasi dalam benak Laila, cinta juga tidak muncul-muncul. Ia tidak merasakan ada yang istimewa dengan kehadiran Adiane di hati Laila. Versi Adiane cerita kepada Rengga via telpon seminggu lalu. Sebelum akhirnya putus total, Adiane masih membudakkan diri berharap cinta Laila tumbuh. Sebab, dulu Laila janji belajar mencintai Adiane.

Rengga tidak tahu siapa Laila. Dia cuma tahu kalau Laila wanita berwajah oval putih. Tinggi standard, seratus enam puluh senti meter. Cakap berbicara, vokal berorasi, serta selalu menunduk ketika jalan. Beda dengan Rere, ia wanita bercadar yang matanya gentayangan melihat segala fenomena ketika sedang berjalan. Ia cantik, lembut dan pengertian. Tidak ngelunjak kepada laki-laki dan tahu menghargai perasaan orang. Tapi ya itu, sebenarnya matanya selalu gentayangan ketika jalan, melihat fenomena sekeliling. Pengakuan Rere kepada Rengga. Versi Rengga cerita ke Adiane. Mahasiswa Mesir biasa memanggil wanita bercadar seperti Rere dengan sebutan ninja. Karena wajahnya tertutup nikop, hanya matanya yang kelihatan. Telapak tangannyapun tertutup sarung tangan. Bahkan, kadang-kadang, matanya tidak kelihatan karena mereka pakai nikop yang pada lubang matanya ada kain seperti jaring ikan. Ada banyak motif mereka pakai cadar. Karena menjaga fitnah, raut muka jelek, ada flek di wajah, biar steril dari debu, dan ada pula yang disuruh cowoknya serta karena benar-benar cantik dan tidak ingin ditembak. Cadar sebagai penangkalnya. Rere? Tak diketahui motif dia sembunyi di balik cadar.

Sejak jadian tanggal 14 februari tahun lalu, Rengga belum pernah lihat Laila pacar Adiane, pun juga Adiane tidak pernah tahu siapa itu Rere pacar Rengga. Mereka hanya mengenal keduanya dari cerita masing-masing. Jadian bersamaan, putus juga bersamaan. Yang jelas bukan kebetulan tapi sebuah kesengajaan dari yang menyengaja.

@@@

Bila bunga cinta gugur layu terkulai tak selamnya harus memakan masa dan termakan busa biusan kata-kata indah masa silam. Tak boleh ada niat untuk selalu terluka dan berduka. Tak usah lama-lama tergugu. Gersang gurun harus di siram rembesan oase padang pasir. Buang keruh untain kenangan masa silam. Cinta tidak harus terus meraju hiba tak ketemu makna. Tidak patut diturutkan hati marah. Karena cinta sudah lumrah jika kadang bersulam air mata. Bukan harus berkeras hati menutup pintu rapat-rapat sapa mentari pada lembayung kuning dan bening embun pagi. Selembar duri beracun harus dicarikan penawar. Bila niatan luhur ditabur terkubur, maka harus disingkap tumbukan tanah kubur untuk menyemai budi kasih sejati pada bidak tanah subur lain. Putus bercerai dalam dunia cinta bukan hal luar biasa, tapi biasa. Sudah sunah semesta. Dari dulu sudah ada dan banyak yang mengalami. Bukan pula merupakan satu kewajiban mencintai satu cinta. Jika satu sulit ditelan, berpindah pada berikutnya bukan sebuah kehinaan. Segala siksaan harus terlepas. Kesunyian bukan hal terindah karena sulit dilalui. Sementara di sepetak sana masih ada tangan melambai siap menggantikan segala impian terpendam. Harus disambut agar terlepas dari beban siksa lalu meski harus membunuh kenangan. Sayap impian harus mampu menerbangkan dan membawa cinta pada bingkai istana keabadian. Yang dulu sudah berlalu, tinggal kenangan. Datang dan pergi memang sesuka hati. Cukup sudah derita dan sengsara dialami. Begitu putusan Rengga dan Adiane. Laila dan Rere harus direlakan pergi dari biduk hati masing-masing.

Yanti, sebuah nama yang mampu menggetarkan hati Rengga kali kedua. Wajahnya oval putih bersih. Tinggi standard, seratus enam puluh senti meter. Cakap berbicara, vokal berorasi, serta selalu menunduk ketika jalan. Persis Laila mantan Adiane. Begitu Rengga menyimpulkan Yanti. Yanti lah yang selama dua minggu terakhir ini selalu kirim sms membangunkannya tahajud. Bahkan, kadang, sms nya ajak Rengga tahajud berjama’ah. Yanti, sebuah nama yang mampu membobol rapat gawang cinta Rengga kali kedua setelah kepergian Rere gadis bercadar.

Dwi, gadis bercadar. Setiap malam selalu membangunkan Adiane untuk munajat malam. Atau hanya sekedar menanyakan hafalan al-qur’an. Kalaupun tidak telpon karena pulsa habis, minimal dia selalu kirim please call me. Dwi, wanita kedua yang mampu memamah lembut-lembut keras hati adiane. Dia kini yang bertahta di hati Adiane menggantikan Laila. Ia wanita bercadar yang matanya gentayangan melihat segala fenomena ketika sedang berjalan. Ia cantik, lembut dan pengertian. Tidak ngelunjak kepada laki-laki dan tahu menghargai perasaan orang. Tapi ya itu, sebenarnya matanya selalu gentayangan ketika jalan, melihat fenomena sekeliling. Mirip Rere gadis bercadar mantan Rengga. Namun demikian dia telah melumpuhkan Adiane. Adiane berlutut dibawah terang sinar yang ditawarkan Dwi. Dwi, wanita yang mampu menumbangkan kokoh bangunan cintanya kali kedua setelah kepergian Laila.

“Ngga, aku dengar kamu dapat ganti Rere,” tanya Adiane via telpon rumah suatu hari, “ bahkan, katanya kamu sudah minta kepada orang tuanya, betul kan?” tambah Adiane.

“Iya, bener.” Jawab Rengga singkat, “oya, katanya kamu juga dapat ganti Laila dan sudah minta kepada orang tuanya di Indonesia juga?” Rengga balik bertanya. “ Bagaimana kalau pada liburan musim dingin term satu tingkat dua tahun ini kita sama-sama ikut tour ke Luksor dan bawa dewi pengganti kita masing-masing, katamu pacar barumu mirip mantanku?” belum sempat Adiane jawab, Rengga sudah menawarkan usulan.

“Iya, betul. Ok, aku setuju dengan idemu. Aku juga penasaran, kamu bilang dewimu mirip mantanku.” Sahutnya mengiyakan sambil menutup gagang telpon setelah mengakhiri dialog dengan salam.

@@@

14 februari pagi jam tujuh pagi. Suasana pagi di bawabat begitu lengang. Tidak begitu ramai dan berisik. Cuaca pagi mendukung, cerah meski dingin. Semua peserta tour sudah kumpul, termasuk Rengga dan Yanti. Tinggal menunggu Adiane dan Dwi. Rengga dan Yanti senyam-senyum bediri disamping mobil East Delta Travel. Menunggu Adiane dan Dwi bersama peserta rombongan lain.

Lamat-lamat dari kejauhan Adiane muncul bareng wanita bercadar hitam. Rengga dan yang lain nampak bahagia karena yang ditunggu-tunggu datang. Berarti segera berangkat. Sejenak kemudian Adiane mendekat mobil. Yanti naik mobil meletakkan tas, agak lama. Adiane tersenyum kepada Rengga. Bangga dengan apa yang ada disampingnya.

“Ngga, kenalin, ini dia Dwi gadis bercadar yang sudah aku minta ke orang tuanya.” “Dwi, ini rengga teman karibku.” Adiane mengenalkan Dwi.

“Rengga.”

“Dwi.” Keduanya saling berkenalan.

Namun, seketika Rengga diam mendengar suara Dwi. Berpikir. Sepertinya suara itu akrab ditelinganya. Rere, ya Rere mantan kekasihnya. Tapi kok namanya Dwi, bukan Rere?

“Nama lengkapnya mbak Dwi?” Si empunya nama hanya menunduk. Bukan tidak hirau dengan tanya Rengga, namun ada sesuatu yang mengganjal. Adiane dan Rengga hanya bengong saling pandang. Bisu.

“Eh, Adiane, kamu ikutan juga ya?” Yanti tiba-tiba turun dari mobil menyergah bertanya memecah kebisuan. Bukannya menjawab, Adiane malah tambah bengong. Matanya tidak mungkin salah. Dia tahu wanita di depannya adalah Laila. Tapi masih ragu.

“Adiane, kenalin, ini Yanti yang kubilang padamu kapan hari.” Rengga mengenalkan Yanti pada Rengga. Namun Adiane tambah bengong. Yanti, bukannya Laila? Pikiranya bertanya-tanya.

“Iya, Yanti, Laila Damayanti lengkapnya. Maaf aku dulu cuma sebutin Laila ke kamu.” Yanti berseloroh seolah-olah tahu kebengongan Adiane.

Dulu cuma sebutin Laila? Adiane berpikir. Dia juga semakin bengong. Dwi tidak jawab ditanya nama lengkap, Yanti pacar barunya malah sebutin nama lengkapnya Laila Damayanti. Jangan-jangan pacarnya Adiane dulu?

“Nama lengkapku…..” Dwi gadis bercadar behenti sejenak. Tidak diteruskan kata-katanya. “Nama lengkapku Rere Dwi Anggraini” akhirnya Dwi menjawab tanya Rengga tadi.

Hening, tak ada suara setelah itu. Semua diam. Hanya bisik angin pada mentari mengangkat kisah lama. Kini Rengga sadar. Dia tahu kalau Dwi adalah Rere mantan pacarnya dulu. Adiane juga tahu kalau Yanti adalah Laila mantannya dulu juga. Keduanya senyum simpul dan saling mendekat berbisik.

“Pacarmu mantanku.”

“Sama, pacarmu juga mantanku”

Ha..ha..ha. kedunya terlawa lepas. Para peserta tour hanya diam bengong. Heran. Semenatara Adiane dan Rengga masih tertawa lepas. Terpingkal-pingkal memegangi perut. Yang jelas semua ini bukan kebetulan tapi sebuah kesengajaan dari yang menyengaja.

Asrama damai, 16-02-07

No comments: