Friday, October 12, 2007

Membanding antara Karya dan Mahasiswa

Masisir adalah cerminan kaum terpelajar, ia adalah mahasiswa, gerbong garda depan kum intelek. Ia adalah gerombolan pemuda-pemuda yang hidup di lumbung ilmu dan pusat keilmuan, Mesir. Masisir, semestinya, adalah potret geliat dinamika keilmuan yang dinamis. Dengan berbagai fasilitas penunjang yang mendukung, sarana dan prasarana yang memadai, serta berbagai kemudahan akses yang dimiliki, tak salah bila Mesir, lebih spesifiknya lagi Al-zahar, telah menghadirkan dan memunculkan tokoh-tokoh kaliber dunia berikut karya-karya kanonikalnya.

Namun demikian, sungguh, saat ini adalah masa yang sangat sulit untuk menyepadankan serta mensejajarkan antara karya dan mahasiswa, masisir. Kalaupun toh bisa, hasilnya akan memaksakan. Mahasiswa sekarang lebih cenderung kepada hal-hal yang berbau instan dan pragmatis. Sulit sekali menemukan mehasiswa yang produktif berkarya. Mahasiswa sekarang ini sulit untuk dikatakan sebagai kaum intelek. Lebih tepat bila mahasiswa saat ini disepadankan dengan gaya hidup hedonis. Lihat di berbagai tempat, mahasiswa lebih kelihatan asyik bermain sms, bagus-bagussan handphone, cerita gebetan masing-masing, chating dan lain-lain ketimbang membahas barbagai macam disiplin ilmu pengetahuan. Mungkin kalimat-kalimat ini berlebihan, padahal, inilah sesungguhnya.

Dengan melihat pada aktivitas dan kuantitas lomba yang banyak diselenggarakan oleh berbagai macam organisasi dan sedikitnya jumlah peserta lomba, lebih-lebih pada pada pagelaran lomba yang berskala umum dan luas, memakai hitung-hitungan kasat mata saja sudah dapat ditebak kemunduran tradisi ilmiah masisir. Dan apa yang telah mereka lakukan tidak bisa dikatakan sebagai bentuk perwakilan akan sebuh kemajuan. Tetap kemunduran, karena ia bukan refleksi kemajuan itu sendiri. Kalau mahasiswa yang mengikuti itu separuh saja, bisa dikatakan tradisi ilmiah itu mulai maju, meski belum sampai pada tataran maju.

Bukti lebih jelasnya lagi lihat di setiap organisasi, dengan tidak memungkiri apa yang telah dilakukan oleh beragam organisasi ke-mahasiswaan, mulai dari kekeluargaan, almamater, ormas, PPMI, sampai yang independen, tapi tetap saja apa yang mereka lakukan tidak mencerminkan tradisi ilmiah. Apa pasal? Karena gerakan mereka hanya berkutat pada tataran praksis yang lebih mengedepankan pada pemenuhan struktural sebagai alat kelengkapan organisasi ketimbang pada pengembangan. Ini yang patut dicermati. Sebab, dari sekian banyak anggota, bisa dipastikan yang hadir dan mengikuti acara-acara yang berbau keilmuan tidak pernah mencapai angka 10% dari keseluruhan anggota. Ironisnya, anggota bagiannya saja kadang enggan hadir apalagi yang bukan bagianya, lebih parah lagi. Naif. Hal seperti inilah yang semakin menegasikan bahwa, memang, mahasiswa sangat jauh dari tradisi ilmiah. Tak pelak bila saat ini, dari jumlah kurang lebih empat ribu mahasiswa, mencari karya ilmiah sama sulitnya mencari jarum ditumpukan jerami. Benar-benar kontras bila dikorelasikan dengan dimana mahasiswa kini berada, di lumbung ilmu dan kiblat peradaban, Mesir. Setidaknya, fenomena yang demikian ini menggambarkan bahwa mahasiswa saat ini adalah cerminan mahasiswa yang "gagap menulis dan buta membaca". Malas. Ia bukan gerbong pembaharuan, ia tidak pantas lagi disebut sebagai agen of change. Meskipun karya bukan satu-satunya tolak ukur.

Celakanya, tradisi ilmiah yang sudah sedemikian ini ditambah lagi dengan sistem "bebas lepas" Al-azhar. Mau maju silahkan, mau mundur juga silahkan. Akhirnya, yang bisa ditemukan adalah hanya segelintir orang yang benar-benar intens dalam dunia ilmiah. Bisa jadi, yang begitu itulah yang menyebabkan mahasiswa berubah orientasi. Ada yang menekuni bisnis dan lain-lain.

Pergerseran dan fenomena yang seperti ini, memang, tidak bisa serta merta dicari kambing hitamnya. Karena mencari kambing hitam itu sulit, bisa saja kambingnya ketemu tapi "yang hitam" tidak ketemu. Yang jelas dan pasti pergeseran itu ada dan menjurus ke arah regresifitas. Sekarang tinggal bagaimana tiap individu menyadari dan memahami, masuk kedalam kategori manakah ia? Ke arah progresifitas tradisi ilmiah atau malah sebaliknya. Kemudian, jika kesadaran dan pemahaman ini sudah timbul, tinggal bagaimana menentukan langkah pengembangannya dengan bergandengan tangan serta bahu membahu. Wallahu a'lamu bi al-shawab.

No comments: